Mengetahui Sejarah Bulan Ramadan dan Perintah Puasa Pertama Kali

Ramadan dan puasa adalah dua kata berbeda yang sering beriringan. Ramadan adalah bulan ke sembilan dalam perhitungan kalender Hijriah, kemudian puasa adalah salah satu ibadah wajib yang termasuk ke dalam rukun Islam.

Dalam hal ini, bulan Ramadan menjadi bulan dilaksanakannya puasa wajib selama satu bulan penuh. Ketahui sejarah bulan ramadan dan juga sejarah diwajibkannya puasa pada bulan Ramadan dalam artikel ini.

Sejarah Bulan Ramadan

Ramadan adalah salah satu bulan dalam Kalender Hijriah yang dijuluki sebagai Sayyidusy-Syuhur (penghulu semua bulan) sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi berikut ini.

أَتَاكُمْ رَمَضَانُ سَيِّدُ الشُّهُوْرِ

“Telah datang bulan Ramadhan kepadamu, penghulu semua bulan,” (HR. Ath-Thabrani)

Dari sisi penamaannya, kata Ramadan berasalah dari Bahasa Arab pada akar kata Romadh yang artinya adalah panas menyengat atau membakar. Penamaan itu didasarkan pada kondisi di jazirah Arabdahulu kala yang mana terik matahari lebih menyengat dibandingkan pada bulan lain, pada bulan Ramadan panas yang dihasilkan matahari lebih tinggi dibanding yang lain.

Kemudian, Imam Al-Qurthubi dalam penafsirannya menyebutkan bahwa Ramadan dinamakan sebagai bulan Ramadan karena ia dapat menggugurkan (membakar) dosa-dosa dengan amal saleh.

Kemudian, dari sisi penamaan dan penomoran bulannya, bulan Ramadan bermula dari perundingan para petinggi suku dan kabilah bangsa Arab di Mekkah yakni pada masa Kilab bin Murrah (kakek Nabi Muhammad SAW ke-6). Perundingan tersebut dilakukan untuk menentukan nama-nama bulan agar terjadi kesamaan yang kemudian dapat memudahkan mereka dalam urusan perdagangan.

Dari perundingan tersebut, munculah 12 nama-nama bulan yakni Muharram, Shafar, Rabi’ul Awwal, Rabi’ut Tsani, Jumadil Ula, Jumadi Tsani, Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Syawwal, Dzulqodah, dan Dzulhijjah.

Kala itu, belum ada penomoran bulan-bulan tersebut sehingga kebanyakan mereka tidak mengetahui bulan apa yang pertama. Namun, kedatangan bulan Ramadan pada waktu itu selalu terjadi pada musim panas yang menyengat.

Pada zaman kekhalifahan Umar bin Khattab, ditetapkanlah Penanggalan Hijriah sebagai kalender resmi umat Islam. Kalender tersebut di awali dengan bulan Muharram dan di akhiri dengan bulan Dzulhijjah, dalam hal ini Bulan Ramadan menjadi bulan ke-9 dalam penanggalan tersebut.

Setelah kalender Hijriah ditetapkan dan terus dikembangkan sebagai kalender resmi umat Islam. Terjadi perbedaan jumlah hari dalam satu tahun, dalam hal ini kalender hijirah yang berbasi bulan (Qomariyah) 11 hari lebih pendek dengan kalender masehi yang berbasis matahari sehingga bulan Ramadan tak lagi bertepatan dengan musim panas yang selalu menyengat.

Ketika Ramadan tidak lagi bertepatan dengan musim panas yang menyengat, sebagian besar orang-orang memahami panasnya Ramadan sebagai kiasan saja. Pasalnya, pada bulan tersebut umat Islam berpuasa selama satu bulan penuh, yang mana kondisi orang yang berpuas ialah tenggorkannya terasa panas karena kehauasa. Selain itu, kiasan tersebut ditujukan kepada salah satu keutamaan puasa di bulan Ramadan yang dapat menghapus atau membakar dosa-dosa terdahulu sebagaimana sabda Nabi SAW berikut:

“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah RA)

 

Leave a Reply